Kamis, 19 Juli 2018

Kucing

Hanya terdengar dengung kipas angin yang menempel di tembok, detak jantung jam dinding, bunyi kemeruyuk di dalam perutku, dan tarikan napasku yang berat oleh flu.

Pagi yang sunyi begitu sempurna seperti malam dini hari. Semuanya pergi bekerja atau tertidur di dalam rumah masing-masing. Bahkan suara kucing yang mengeong pun tak kedengaran. Mungkin mereka juga sedang menikmati udara sejuk pagi hari dengan meringkuk pulas.

Tadi pagi, ia bilang kalau si Pussy kemungkinan hamil. Perutnya membesar.
"Benarkah?" Tanyaku tak percaya.
Aku suka melihat kucing yang lucu, memberinya makan karena tak tahan melihatnya lapar, mengajaknya bicara karena melihat matanya yang seolah dekat padaku.  Tetapi aku tidak menyayanginya secara penuh. Memangkunya atau memandikannya. Tidak seperti itu. Meski mereka berlarian kala mendengar motor yang kukendarai datang. Begitu saja perasaanku pada kucing. Iba. Bahwa mereka makhluk yang butuh kasih sayang.

Meski aku bisa menangis melihat matanya yang sedih. Atau aku bisa meneteskan air mata saat si Pus Pus itu kepayahan setelah melahirkan.

Tapi, untuk mendapatkan anak kucing lagi ... aku sanggup melihatnya. Tapi tak sanggup mengurus kotorannya lagi.

Dari kedatangan satu anak kucing kampung yang lincah, kemudian datang seekor lagi anak kucing yang pemurung (sungguh gemas waktu dia diam saja dikawinin kucing tetangga). Lalu kini ada dua kucing dewasa dan seharusnya 3 ekor anak kucing (seekor lagi hilang, mungkin ada yang ngambil). Akankah bertambah lagi kucing di rumah??


Senin, 02 Juli 2018

I Do My Best

I do my best.

Frasa ini sungguh membantuku merasa percaya diri untuk menjadi diri sendiri. Mungkin bagi Anda juga begitu.

Seperti yang kita ketahui, di luar diri kita ada begitu banyak orang dengan kualitas lebih. Akankah kita menjadi mereka? Atau akankah kita akan seperti mereka?

Tentu tidak.

Kita ... akan tetap menjadi kita sebagaimana adanya. Kita hanya belajar dari orang-orang dengan kualitas lebih tinggi ataupun lebih rendah untuk menjadi diri kita.

Live in our own taste, our own feeling, our own thought, and our own performance.

Menjadi diri kita sebagai sosok yang nyaman dengan diri sendiri. Sebab kita tahu, tak ada orang yang sama persis yang telah Allah ciptakan.




Jumpa Penulis

Sebuah kenangan yang mendekam di ingatanmu, seringkali membuatmu ingin merasakan kembali hidup di waktu itu, hanya sebentar kemudian kembali lagi ke dunia sebenarnya.
Saya pernah tinggal di Jakarta selama 5-6 tahun tetapi sayangnya saya tidak berani bepergian sendiri di luar area yang saya kenal. Alhasil saya tetap sedikit 'kuper', tak mengenal Jakarta dengan baik.  Hehehe.

Padahal ingin sekali bertindak seperti 'visitor', kurator, dan sebangsanya ketika berkesempatan mengunjungi tempat-tempat wisata di Jakarta. Tujuannya untuk menggali lebih dalam pengetahuan dan pemahaman tentang Jakarta beserta pernak-perniknya.

Terlepas dari itu, hampir setahun lalu, ada sebuah undangan (Duh, kayak orang penting. Kata apa tepatnya ya?) Kawan karib online untuk mengikuti sebuah acara berjudul JUMPA PENULIS di Jakarta. Itu terjadi ketika saya sudah pindah ke Bogor. Saya pernah mengunjungi tempat itu tapi sayangnya bukan acara literasi. Tetapi apapun itu, gave me some lessons.

Berikut adalah foto yang saya ambil dari lantai dua GKJ Taman Ismail Marzuki, saat mengikuti acara Jumpa Penulis pada bulan September 2017. Diambil dengan kamera hape Lenovo versi lama jadi maaf kalau tidak bagus.


Acara ini diselenggarakan oleh Komunitas Bisa Menulis (KMO), yang didirikan oleh Tendi Murti. Diadakan untuk pertama kalinya dan sebagai dasar penyelenggaraan acara yang sama di tahun-tahun berikutnya.

Apa tujuan acara tersebut?

Tujuannnya adalah menyuntik semangat literasi Indonesia, berbagi pengetahuan, dan promo novel dan film baru karya penulis Indonesia.

Jadi, apa yang ingin saya sampaikan?

Bekas.
Kenangan yang membekas akan tersimpan di alam bawah kita. Dan itu akan berpengaruh pada kehidupan kita sehari-hari.

Ada pepatah yang bagus untuk diingat : 'Dengarkanlah setiap orang. Belajarlah dari setiap orang karena tak seorangpun tahu segalanya. Tetapi seseorang pasti mengetahui sesuatu.'

Nah, mari kita tunggu dan ikuti acara Jumpa Penulis berikutnya dan siaplah belajar lalu mengajar. Mengajar siapa? Minimal mengajar diri sendiri. Dengan cara?

PRAKTEK

"Write your own story!"

*****

Jumat, 16 Maret 2018

Kau percaya cinta?

Kau masih percaya cinta?

Aku ... tidak lagi. Karena cinta yang dalam telah menyakitiku. Membiarkanku jatuh begitu saja. Tanpa ia mau menggenggam tanganku untuk menolong atau menoleh sekedar melihat.

Karena cinta yang dalam telah menghinaku. Memandang rendah diriku seolah aku hanya seonggok sampah.

Karena cinta yang dalam membuatku mengemis. Menjadi orang hina.

Aku
Tak lagi percaya cinta itu ada

Karena dengan cepat cinta telah  menjadi monster. Merongrong hidupku yang bahagia menjadi keburukan watak.

Aku tak lagi percaya
Karena cinta yang dalam telah mati
Seperti matinya ruh di dalam tubuh





Selasa, 13 Maret 2018

Stranger in the night (Lelaki yang hidup di dalam mimpi)












Sudah seminggu Nara Ratih tidur cepat-cepat. Ia menolak semua ajakan hangout teman-temannya. Mematikan hand phone, dan menggantungkan tag 'don't disturb ' di pintu apartemennya.

Tentu saja teman-temannya heran melihat perubahan Nara yang jadi penyendiri. Namun, selama itu mereka tak banyak bertanya. Dan Nara pun tak pernah bercerita.

Hujan turun hanya di malam hari, bekerja sama dengan lelap.

Nara sudah menunggu di bangku taman, di bawah terang bulan yang temaram. Dan lelaki itu datang lima menit kemudian dengan pakaian yang sama dengan malam-malam sebelumnya, pakaian pengantin, jas dan pantalon dengan hem putih.

Lelaki itu tersenyum, tanpa sepatah kata ia mendekat, memeluk pinggang Nara dan menarik tubuhnya hingga tak ada jarak antara keduanya. Suhu tubuh Nara menghangat, napasnya menderu lebih cepat ketika bibir lelaki itu bermain dengan bibirnya, berpindah ke  telinga, ke leher kemudian turun ke dadanya. Nara tenggelam ke dasar samudra. Ia membiarkan mulut lelaki itu memakan setiap inci tubuhnya.
Gelapnya malam menyelimuti tubuh kedua insan, membiarkan mereka memainkan sebuah simfoni lagu rindu. Gerakan tubuh mereka seperti dua bayangan penari balet. Menjauh, dari dua bayangan kemudian melekat menjadi satu bayangan saja.

Sementara hewan-hewan malam menahan napas dan suara mereka, bersembunyi di liang-liang. Angin berhembus perlahan memberi kesejukan.

Tepat di kokok pertama ayam hutan, bayangan itu membelah menjadi dua tubuh kembali. Lelaki itu bergegas pergi setelah merapikan pakaiannya kemudian menghilang di balik gelap malam.

Nara terbangun dengan napas terengah-engah, dengan gugup ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Rambutnya yang panjang kusut masai. Ia memandang sekeliling, masih remang-remang. 30 menit lagi matahari baru akan muncul. Ia memunguti pakaiannya yang terlempar ke lantai dan merapikan sprei yang acak-acakan.

Nara mandi dengan air hangat. Tubuhnya kini terasa lebih santai. Ia duduk di atas kursi dengan melipat kaki. Menikmati pagi dengan meminum kopi susu sambil memandang suasana di luar jendela kamar apartemennya yang pelahan-lahan terang benderang menerangi kamarnya.

Pertanyaan kembali hinggap di benaknya. Siapa gerangan lelaki yang menemaninya setiap malam, dari mana dan mengapa.

Nara bangkit dari duduk. Bersiap pergi ke tempat kerja. Senyum tipis terlihat di bibirnya. Sesaat kemudian ia tak peduli siapa lelaki yang mendatanginya tiap malam dalam mimpinya itu. Ia berterima kasih membantunya melawan sakit di hatinya.

Senin, 26 Februari 2018

Saksi Bisu

Perempuan muda itu mondar-mandir di dalam flatnya. Semua tirai ruangan dibiarkan terbuka dengan jendela tertutup rapat. Ruangan itu sangat terang karena semua lampu dinyalakan.

Sudah seminggu ini aku memperhatikannya. Sebenarnya kami sudah tinggal bersama cukup lama namun kami tidak saling mengusik demi privasi. Ada aturan tak tertulis yang kami sepakati. Dan dalam hatiku, aku berjanji akan menjaganya karena ia telah sangat baik membiarkanku tinggal bersamanya.

Ia perempuan cantik yang tinggal sendiri di dalam sebuah flat yang berharga sekitar 2 M. Sesekali seorang laki-laki tampan datang mengantar ini dan itu dengan percakapan singkat kemudian pergi lagi. Kupikir laki-laki itu kekasihnya namun melihat ekspresi keduanya yang hambar kurasa lelaki itu hanyalah kurir.

Aku menyimpulkan ia kesepian dan ... depresi. Karena kulihat ia sering duduk dengan posisi sembarangan di sofa, rambutnya digulung ke atas sekenanya. Sementara, matanya menatap lurus ke arah layar TV yang menyala. Meski aku yakin ia tak memperhatikannya. Sebatang rokok sering terlihat terselip di jemari kanannya. Ia habiskan berbatang-batang rokok. Puntungnya tak diletakkan dengan benar di dalam asbak hingga tercever di atas meja. Membuat meja putih itu kusam. Di sekitar asbak, dua kaleng bir telah robek mulutnya. Di dekat kaleng, terdapat palstik kecil berisi dua bungkusan kecil dari kertas. Mirip seperti bungkusan obat gerusan dari apotek. Anehnya, ia menghisapnya.

Asap rokok bergulung-gulung di ruangan dingin karena AC. Asap itu sangat menyesakkan paru-paru.  Entah mengapa ia bisa menikmati itu.

Menurutku itu tidak baik. Aku sudah pernah memberitahu tetapi ia tak peduli.

Kadangkala perempuan yang sering bercelana pendek dipadu tank top dan selembar piyama tanpa diikat dengan benar itu, mondar-mandir di depan jendela kamarnya tanpa meninggalkan rokoknya sedikitpun.

Aku tidak tahu macam perempuan apa ia. Yang aku tahu ia cantik, bahkan sangat cantik meski tanpa gincu merah darah di bibirnya atau celak hitam di sekelilingnya, atau berbagai jenis bedak pelapis mukanya.  Aku suka melihatnya natural, aku pernah mengatakan itu tetapi ia abai.  Hidungnya mungil tetapi meninggi. Bibirnya penuh dengan bentuk tegas. Alisnya yang tebal, menjadi ciri khas perempuan Asia. Sempurna kupikir. Konsep apa yang ada di kepalanya.

Aku ikutan gelisah melihat tingkahnya yang mencurigakan. Hampir tiap malam ia berdiri di dekat jendela memandang ke bawah sana. Tidak terbayang benda yang jatuh dari flatnya, lantai 38. Hhhh, buatku itu mengerikan. Membuatku merinding. Aku takut ia berpikir buruk.

Aku terkejut ketika terdengar suara pintu dibuka. Ah, rupanya aku tertidur setelah menjadi spy selama seninggu aku kelelahan. Dimana ia? Aku celingukan mencarinya. Ooh, ia di atas balkon, apa yang ia lakukan?
Tidak-tidak, jangan ... jangan lakukan! Aku berteriak kuat-kuat namun ia tidak mau mendengarku.
Dimana ia? Aky terkejut dan panik karena tiba-tiba ia tak ada. Kujulurkan kepalaku untuk melihat ke bawah "Hhhh, "segera kutarik kepalaku. Ooh, syukurlah tidak ada.
Apa mungkin ia kembali ke dalam?
Aku masuk melalui pintu yang terbuka, "Tumben?" pikirku.

"Ooooh, tidaaak." Teriakku. Aku cepat-cepat berlari mendekatinya. Tubuhnya telentang di atas sofa dengan kepala dan tangan terkulai lemah.  Ada busa keluar dari mulutnya. Dan sebotol cairan asing yang belum pernah kulihat. Itu bukan bir atau whiski. Apa pria muda itu yang menganyarkan benda itu?
"Apa ia mati?" Aku menahan napas. Tubuhku berasa lumpuh  ketika tak kutemukan denyut nadi di pergelangan tangannya. Sesaat aku larut dalam kesedihan.

"Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan?"
Perlahan aku berjalan, merayap ke dinding dan menekan tombol darurat yang menempel di dinding dwngan lidahku.

Minggu, 18 Februari 2018

I am out of the road

I am out of the road
Finding me outside
By walking out of me
Swimming in the air
Breathing in the crowd
Sinking in the water

I am out of the road
Finding you inside me
By walking in me
Swimming in my heart
Breathing in my lung
Sinking in my mind

I am out of the road
Finding you and me
In the same vibration
In a foreign line
Outside of ourselves

Kucing

Hanya terdengar dengung kipas angin yang menempel di tembok, detak jantung jam dinding, bunyi kemeruyuk di dalam perutku, dan tarikan napask...